ETIKA POLITIK PILGUB YANG MENYIMPANG
Makalah Ini Dibuat Untuk Memenuhi
Tugas Mata Kuliah
PANCASILA
Oleh:
Nama :
Rahmadina Reskiadi
Nim : 16540006
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2016
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi allah SWT
yang telah memberikan nikmat Iman dan Islam kepada kita semua, sehingga kita
dapat berkumpul dalam pertemuan yang Insya Allah dimuliakan olehNya.
Shalawat serta Salam semoga
tetap terlimpah curah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Kepada para
sahabatnya para Tabi’ it Tabi’innya dan semoga kepada kita selaku ummatnya
mendapatkan syafa’at uludzma di Yaumil Jaza. Amin
Sebelumnya kami mengucapkan
banyak terimakasih kepada bapak Dr. Roma Ulinnuha, M.Hum selaku dosen yang telah memberikan saya kesempatan
menjelaskan tentang ETIKA POLITIK PILGUB YANG MENYIMPANG, tugas ini Suatu
kebanggaan bagi kami yang telah diberi kepercayaan oleh bapak pengampu untuk
menjelaskan hal tersebut.
Maka dari itu, kami sebagai
pihak yang diberikan tugas, mencoba memaparkan beberapa ilmu yang kami ambil
dari beberapa sumber, dalam bentuk makalah yang akan kami presentasikan/Kumpul
kan ini.
Dalam makalah init erdapat
beberapa pelajaran penting yang wajib diketahui oleh kami khususnya dan
mahasiswa pada umumnya. Sekian dari kami, mohon maaf bila terdapat kesalahan
baik dalam segi penulisan maupun dalam redaksi. Kritikdan saran sangat kami harapkan.
Billahi fi Sabililhaq PastabiqulKhairot.
Yogyakarta, 04 NOVEMBER 2016
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Pengamalan atau praktek dalam kehidupan
saat ini sangat sulit di temukan aspek
dari politik khususnya pada Provinsi Sulawesi Barat, Pancasila adalah dasar
negara dari bangsa Indonesia dan telah membawa Negara hingga merdeka. Tetapi
masih banyak perilaku menyimpang yang di lakukan para era politik dalam
berbagai pengambilan keputusan khususnya pada pilgub.
Pancasila sebagai etika politik
seharusnya sangat mendasari saat pelaksanaan pemilihan umum, untuk menghindari
konflik kepentingan, para calon tidak harus melakukan apa pun yang akan
menampakan kepentingan mereka sendiri. Kode etik telah menetapkan suatu standar
yang agak berbeda. Para anggota hendaknya tidak mendukung pembuatan
undang-undang yang tujuan utamanya melanjutkan “kepentingan keuangan” mereka sendiri.
Teman atau keluarga standar tersebut jelas membangun dan mendorong nilai,
karena kita tidak ingin mengatakan bahwa keuntungan pribadi hendaknya menjadi
tujuan utama para calon pemimpin.
Kita harus berusaha menjaga kriteria
tentang kerugian-kerugian yang terjadi di lingkungan tentang pemilihan Gubernur
bahwa keputusan membawa kerugian hanya karena seornga memilih individu dengan
cara bertindak yang bagi kita tidak masuk akal seperti Serangan Fajar yang
dilakukan para politikus.
Maka dari itu disini saya mengankat
judul makalah ETIKA POLITIK PILGUB YANG MENYIMPANG yang mampu di landaskan pada
sila ke lima pancasila yaitu Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa yang dimaksud Etika Politik ?
2.
Apa saja perilaku menyimpang saat berlangsungnya Pemilihan Umum(Gubernur)
?
3.
Mengapa saat Pemilihan Umum adanya terjadi suatu perilaku yang
menyimpang ?
4.
Apa dampak yang terjadi pada perilaku menyimpang tersebut ?
C.
TUJUAN PENULISAN
1.
Agar mengetahui suatu tindakan atau etika dalam berpolitik khususnya
pada kasus Pilgub.
2.
Agar dapat mengetahui alasan perilaku menyimpang yang terjadi saat
pemilihan berlangsung.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN ETIKA
Asal kata Etika itu sendiri sebenarnya
berasal dari bahasa Yunani, yaitu ethos yang
berarti watakatau adat. Kata ini identic dengan asal kata moral dari bahasa
Latin, Mos dalam bentuk jamaknya Mores yang juga berarti adat atau cara
hidup. Jadi kedua kata tersebut etika dan moral menunjukan cara berbuat yang
menjadi adat karena persetujuan atau praktik sekelompok manusia.
Dengan demikian, etika dapat
di artikan sebagai suatu sikap kesediaan jiwa seseorang untuk senantiasa taat
dan patuh kepada seperangkat peraturan-peraturan kesusilaan. Kebanyakan orang
merasa bahwa norma-norma dan hukum mempunyai peranan yang besar dalam bidang
etika.[1]
B. PENGERTIAN POLITIK
Politik boleh di katakana amat demikian
luas yang berasal dari bahasa orang Yunani yang di artikannya sebagai
“Negara-kota” (polis) dan Aristoteles adalah orang pertama yang memperkenalkan
kata politik melalui pengamatannya tentang manusia yang pada dasarnya adalah
binatang politik.
Pada abad ke 16 – 20
“politik” di artikan secara lebih sempit di bandinglan dengan pengertian yang
di pahami orang-orang Yunani. Jean Bodin memperkenalkan istilah “Ilmu Politik”
tetapi karena ia seorang pengacara maka ilmu politik menjadi terkait dengan
organisasi dengan lembaga yang mempunyai sangkutan dengan hukum. Selanjutnya di
kembangkan oleh Montesquieu bahwa semua pemerintahan dapat di masukkan ke dalam
kategiri legislative, eksekutif, dan yudikatif. [2]
C. ETIKA POLITIK
Setelah kedua penjelasan di
atas maka tibalah intisari penting yaitu etika politik. Secara substansif
pengertian eika politik tidak dapat di pisahkan dengan subjek sebagai pelaku
etika, yakni manusia. Dapat di simpulkan bahwa dalam hubungannya dengan masyarakat
bangsa maupun Negara, etika politik tetap meletakkan dasar fundamental sebagi
manusia. Di mana dasar ini lebih meneguhkan akar etika politik bahwa kebaikan
senantiasa di dasarkan kepada hakikat manusia sebagai makhluk beradab dan
berbudaya. Etika politik juga dapat diartikan
sebagai tata susila (kesusilaan), tata sopan santun (kesopanan) dalam pergaulan
politik[3].
D. PEMILIHAN UMUM
Proses memilih seseorang
untuk mengisi jabatan politik tertentu. Pemilu salah satu usaha untuk
memengaruhi rakyat secara tidak memaksa dengan melakukan kegiatan hubungan
publik, media massa, lobi dan lain sebagainya. Dalam pemilu, para pemilih dalam
pemilu juga di sebut konsekuen, dan kepada merekalah para peserta pemilu
menawarkan janji-janji dan program nya pada masa kampanye. Kampanye di lakukan
selama waku yang telah di tentukan menjenjang hari pemungutan suara.
Pelaksanaan pemilihan
gubernur di daerah Polewali Mandar merupakan garda terdepan dalam menentukan
suatu pemimpin yang demokratis. Dalam menyukseskan beberapa agenda tersebut khususnya mengenai
sejumlah bangunan fasilitas untuk melancarkan tugas-tugas KPU. Di sisi lain
adanya ketidak mampuan keuangan pemprov Sulawesi Barat sehingga bagian-bagian
lainnya tidak terpenuhi. Ditambahkan , walaupun secara anggaran pemerintahan
kabupaten juga mungkin mengalami keterbatasan, maka minimal bantuan itu bisa di
berikan dalam bentuk kebijakan lain yang bersifat mendukung kesuksesan
pelaksanaan Pemilihan Gubernur Sulawesi Barat.
Pada proses Pemilihan Umum
ini tentu di harapkan sikap yang jujur dan adil. Tapi nyatanya banyak para
kandidat yang bersikap curang dalam pemilihan tersebut untuk di pilih sebagai
pemimpin di Provinsi Sulawesi Barat.
Dengan system pemilihan umum
yang biasa di sebut SM (Single Member Electoral System) dan Sistem pemilihan PR
(Proportional Representation Electoral System). Pemilu SM di bagi dalam
beberapa wilayah dan hanya satu wakil yang dapat di pilih dari setiap wilayah.
Meski suara rakyat dalam wilayah tu sangat terbagi-bagi dan banyak calon yang
mungkin terdapat di kartu suara. Hanya satu calon partai yang bisa menang yakni
yang memperoleh suara yang paling tertinggi atau lebih resmi lagi. Inilah
wiayah yang beranggota tunggal dengan system kemajemukan sederhana. System
pemilihan PR dimana setiap wilayah memilih beberapa wakil biasanya antara tiga
sampai tujuh, menurut banyaknya jumlah penduduk di wilayah itu. Pembagian wakil
dalam setiap wilayah sebanding banyaknya dengan distribusi jumlah suara rakyat
di wiayah yang bersangkutan. [4]
Pancasila sebagai etika politik
seharusnya sangat mendasari saat pelaksanaan pemilihan umum. Tetapi etika
politik tidak berlaku bagi para elit politik dan masyarakat. Di dalam
Undang-Undang yang mengatur mengenai penyelenggaraan pemilu yaitu UU No. 15
tahun 2011 bahwa “Pemilihan Umum adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat
yang di selenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil
dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945”.
Dalam pemilihan umum adanya
perilaku politik yang di laksanakan dengan realita yang sering terjadi sekarang
ini menunjukan bahwa seringkali pemenang pemilu melupakan kepentingan rakyat
yang di wakilinya demi kepentingannya sendiri atau bahkan partai politiknya.
Para pemenang pemilu terkadang hanya berfikiran pragmatis untuk jangka pendek
dan berusaha meraih keuntungan sebanyak-banyaknya dari jabatan yang telah ia
dapatkan, tanpa melihat efek jangka panjang atas perilakunya tersebut. Dengan
perbuatan immoral karena rakus, ingin berkuasa, atau loyal kepada keluarga dan
kroninya. Para politik yang tampaknya
konvensional ini juga melanggar kaidah moralitas konvensional. Mereka berbohong
untuk menjaga keamanan nasional, dan mereka siap memimpin.[5]
Tetapi, di dalam pemilihan
umum ada beberapa hal yang dapat kita lihat pada pemilihan gubernur di Sulawesi
Barat tersebut sebelum berlangsungnya pemilihan ketika terjadi suatu kegiatan
kampanye para kandidat-kandidat. Di mana penyimpangan tersebut di lakukan oleh
oknum atau para elit politik sendiri yang bertujuan untuk terpilihnya calon
pemimpin yang di dukungnya tersebut pemilihan umum. Penyimpangan tersebut di
antaranya :
1.
Money Politic atau pendekatan calon petinggi para kandidat di Sulawesi
Barat melalui uang atau secara kasarnya yaitu penyuapan agar calon pemimpin
tersebut terpilih dalam pemilihan umum. Penyimpangan ini di lakukan oleh oknum
atau calon pemimpin yang mengikuti pemilihan umum agar dapat mendapat dukungan
dari rakyat yang banyak sehingga terpilih. Ekonomi sebagai system
pengorganisasian pemenuhan kebutuhan masyarakat terhadap barang dan jasa yang
biasanya tersedia secara langka. Tentu para politik akan memanipulasi
masyarakat dengan uang tersebut.[6]
2.
Memanipulasi syarat administrasi sebagai calon untuk memalsukan data
seperti kewarganegaraan (WNI) sehat jasmani dan rohani, usia telah 17 tahun,
dan terdaftar sebagai calon pemimpin. Penyimpangan ini dilakukan oleh calon
pemimpin yang mengikuti pemilihan umum melalui badan yang bertugas untuk
mendata calon pemilih. Hal ini di lakukan agar calon pemilih semakin banyak
sehingga peluang akan memenangkan pemilu semakin besar.
3.
Ancaman dan intimidasi terhadap calon pemilih. Penyimpangan ini di
lakukan oleh pemimpin yang mengikuti pemilihan umum. Hal ini di lakukan agar
calon pemilih ketakuan atau merasa terancam apabila tidak memilih calon
pemimpin tersebut karena kebanyakan ancamannya menggunakan kekerasan.
4.
Adanya kelalaian petugas penyelenggara pemilu. Ini terjadi karena adanya
kecerobohan dari manusia dan penyimpangan ini meliputi kesalahan hitung dan
kesalahan membaca kertas suara. Tetapi menyimpangan ini masih di maklumi karena
ada unsur ketidak sengajaan pihak penyelenggara pemilu. [7]
Penyimpangan-penyimpanga di
atas tersebut sangat bertolak belakang dengan etika politik karena etika
politik mempunyai dasar Panacasila yang di dalamnya berisi norma/nilai yang
bertentangan dengan ke tidak jujuran. Sehingga perilaku menyimpang ini termasuk
pelanggaran yang berkaitan dengan hukum yang berlaku. Sehingga menimbulkan
dampak dari perilaku ini untuk mengajarkan kepada rakyat Indonesia bahwa
ketidakjujuran atau kecurangan dalam berpolitik di halalkan dan rusaknya
pemerintahan Indonesia akibat pemimpin yang terpilih atas uang bukan kemampuan
dalam berpolitik yang berakibat pada berbagai bidang di kehidupan. Dalam
penyimpangan ini dapat kita lihat bahwa rakyat Indonesia dapat menerima
penyimpangan yang terjadi karena berbagai alasan, misalnya pendidikan rendah
sehingga pengetahuan akan etika berpolitik kurang, tingkat ekonomi yang kurang,
dan ketidak pedulian rakyat terhadap pemimpin di karenakan kekecewaan rakyat
terhadap janji-janji petinggi Negara yang terdahulu yang tidak sesuai dengan
kenyataan.
Tentu ada alasan dari
perilaku menyimpang yang terjadi pada saat Pemilihan Umum tersebut dimana
banyaknya masyarakat dengan pendidikan yang rendah sehingga pengetahuan akan
etika politik berkurang, dan tingkat ekonomi yang kurang serta adanya ketidak
pedulian rakyat terhadap pemerintah dikarenakan kekecewaan rakyat terhadap
janji-janji petinggi Negara yang terdahulu yang tidak sesuai dengan kenyataan.
Namun dari alasan diatas muncullah suatu teori komunikasi yang dinamakan Agenda Setting Theory yang di kemukakan
oleh Donald L. Shaw pada tahun 1973 bahwa pada teori ini dimana para politik
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap opini publik, dalam konteks
politik ini para calon yang terlibat di dalamnya berusaha memengaruhi agenda
media yang di publikasikan kepada masyarakat untuk mengarahkan pendapat umum
dan pembentukan image. Dengan memunculkan isu, citra, para politik tersebut
tentu masyarakat akan condong ikut memilih siapa yang akan menjadi calon di
wilayahnya tersebut.
Perlu diketahu bahwa pada
teori ini terhadap politikus pemilihan gubernur disamping media sudah mengankat
masalah sebagai agenda dan menjadi pembicaraan dikalanganmasyarakat, namun
kebijakan yang diambil oleh para
pengambil keputusan kadang tidak sejalan. Bahwa apa yang diberitahukan
kepada media tidak sesuai pada image para politikus calon-calon gubernur
tersebut hanya dengan menarik perhatian masyarakat agar terpilihnya ssebagai
seorang pemimpin di wilayah tersebut. [8]
Pada Etika Politik Pemilihan
Gubernur ini muncullah beberapa dampak dari perilaku menyimpang tersebut dimana
dampaknya tidak jauh dari para politik itu sendiri yang mengajarkan kepada rakyat
bahwa ketidak jujuran atau kecurangan dalam berpolitik di halalkan dan rusaknya
pemerintahan akibat petinggi Negara yang terpilih atas uang bukan kemampuan
dalam berpolitik yang berakibat pada berbagai bidang kehidupan. Dan para
politikus tersebut berjalan tanpa tergantung pada pemerintahan tetapi para
politikus tersebutlah yang berusaha untuk memengaruhi pemerintahan tersebut.[9]
Dengan dampak tersebut tentu ada juga
beberapa faktor yang dapat kita simpulkan bahwa seorang calon gubernur dengan
aktivitas yang memasakan dan di pasarkan bahwa mereka inging masuk di berita
utama, dan menyewa biro iklan untuk membentuk citra, tindakan para calon
tersebut di muka umum selalu direncanakan terlebih dahulu mirip halnya dengan
rak dan kemasan produk yang di rancang sebaik mungkin. Bahwa kekhawatiran yang
sesungguhnya adalah bahwa pemilihan akan dimenangkan oleh calon gubernur yang
memiliki anggaran pemasaran yang lebih besar bukan yang lebih baik.
Tidak hanya faktor diatas
yang dilakukan para calon gubernur tetapi aka nada faktor isu-isu program yang
diadakan para calon. Bahwa akan terlebih dahulu melihat perbandingan dengan
gubernur yang sudah pernah menjabat di wilayahnya dengan calon yang menjadi
kandidat tersebut. Dengan berbagai program yang di sosialisasikan kepada
masyarakat melalui kampanye-kampanye yang di lakukan para calon gubernur
tersebut sehingga menarik perhatian masyarakat melalui tawaran program yang di
sediakan. Tentu money politik tidak pernah keluar dari pembahasan tersebut
bahwa uang politik lah yang menjadi faktor yang paling utama sebab uang politik
tersebut juga sebagai perilaku menyimpang para politikus bahwa masyarakat
sekarang sudah tidak bisa dibodohi, jika ada uang pasti ada suara. Juga berasal
dari faktor budaya tersebut bahwa suatu kekuatan pengaruh terbesar dari faktor
lingkungan perilaku konsumen. Tentu sangat dipengaruhi oleh karakteristik
budaya, sosial, pribadi, dan psikologis. Budaya adalah penyebab dasar keinginan
dan perilaku dasar yang dipelajari seseorang malalui keluarga atau institusi
lain. Perilaku manusia merupakan sebagian besar hasil proses belajar.
Dari hasil wawancara
penelitian ini tentu ada beberapa pandangan masyarakat mengenai politikus
pemilihan gubernur dalam perilaku menyimpang ini khususnya pada etika-etika
para politikus diantaranya :
1.
Pro/Setuju terhadap perilaku menyimpang pada pemilihan umum sebab tentu
bersumber dari uang dimana seseorang akan setuju dengan adanya uang politik
para calon sebab banyak masyaraat yang sangat membutuhkan uang namun disisi
tersebut hanya mementingkan kepentingan pribadi tanpa ia sadari dari mana
asalnya uang tersebut. Hanya memilih para calon tersebut dikarenakan memiliki
anggaran yang lebih besar, hanya menerima uang politik itu namun ada sebagian
orang yang ikut berpendapat dengan bebas selektif mungkin, da nada juga hanya
menerima dan memilih calon dengan anggaran dana terbanyak tersebut. Khususnya
pada daerah sekitar pedesaan bahwa dengan uang dari para politikus sudah sangat
membantu masyarakat di desa tersebut.
2.
Kontra/Tentu tidak setuju, ada pula sebagian orang yang tidak setuju
dengan adanya uang politik. Dimana uang politik tersebut dianggap sebagai uang
haram, tentu dari uang tersebut akan memunculkan harapan palsu dari calon-calon
sebab dijanjikan dengan uang yang dimiliki. Dengan janji-janji manis para calon
gubernur tersebut tentu uang anggaran yang dibagikan tidak akan seterusnya
lancer begitu saja kepada masyarakat, sebab sifat uang tersebut hanya sementara
semakin banyak uang para calon maka akan semakin banyak pula pengeluaran
tersebut. Kegiatan suap-menyuap yang dilakukan tersebut telah diketahui
keharamannya namun masih saja gencar dilakukan oleh orang-orang. Tentu dalam
konteks islam dapat dikaitkan dengan dalil yang ada pada (Q.s Al-Maidaih 42
yang artinya mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong
dan banyak memakan yang haram). Dapat juga dikaitkan pada HR. Abu Daud dan
Tirmizi yang artinya Rasulullah melaknat penyuap dan penerima suap.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian
tersebut bahwa etika politik diartikan sebagai tata susila
(kesusilaan), tata sopan santun (kesopanan) dalam pergaulan politik. Di mana dasar ini lebih meneguhkan akar etika
politik bahwa kebaikan senantiasa di dasarkan kepada hakikat manusia sebagai
makhluk beradab dan berbudaya. Bahwa dalam pemilihan umum khususnya pada
pemlihan gubernur tidak jauh hal dari perilaku menyimpang para politikus baik
diantaranya yang dikenal dengan istilah Money Politc, Pemalsuan Data para
kandidat, Ancaman dan Intimidasi, serta kelalaian petugas dalam pelaksanaan
pemilihan gubernur tersebut. Dari pandangan seseorang tentu ada yang pro dan
kontra terhadap hal tersebut di mana seeorang tersebut setuju dengan adanya
uang politik sebab disisi lain masyarakat sangat membutuhkan uang tersebut
namun ada halnya yang kontra terhadap uang politik dikarenakan memakan uang
haram dari para politikus atau kandidat calon-calon pemimpin.
DAFTAR PUSTAKA
Cangara, Hafid. 2009. Komunikasi Politik. Jakarta: Rajawali Pers.
Kusuma,
Subagja. 2016. Pancasila dan Pemilu. Dalam https://id.m.facebook.org/pancasila_pemilu. Di akses pada 31 Oktober 2016.
Rodee,
Carlton Clymer. 2011. Pengantar Ilmu
Politik. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Sanit, Arbi. 2007. Sistem
Politik Indonesia. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada.
Suseno,
Franz Magnis. 2016. Etika Politik.
Dalam https://id.wikipedia.org/wiki/Etika_politik. Diakses pada 25 November 2016.
Syafiie,
Inu Kencana. 2011. Etika Pemerintahan. Jakarta:
PT Rineka Cipta.
[3] Franz Magnis-Suseno. “Etika_Politik”.
Dalam https://id.wikipedia.org/wiki/Etika_politik. Diakses pada 25
November 2016.
[7] Subagja Kusuma. Pancasila dan Pemilu. Dalam https://id.m.facebook.org/pancasila_pemilu. Di akses pada 31 Oktober 2016.
[9] Carlton Clymer Rodee. Pengantar Ilmu Politik. Jakarta: Rajawali Pers. 2003. hlm 227.
No comments:
Post a Comment